Hi, Bets...
Terima kasih sudah membalas suratku. Aku senang kau memutuskan untuk kembali bertegur sapa denganku, meski hanya lewat tulisan.
Aku mengerti bahwa untuk kembali menerima aku ke kehidupanmu itu tidak mudah. Aku, si orang hilang, tiba-tiba saja datang lagi. Kau bisa saja mengacuhkan aku, tapi kau tidak melakukannya. Ternyata kau masih sama dengan yang dulu kukenal.
Masih jadi penikmat kopi? Kau benar-benar tidak berubah ya. Aku dari dulu hingga sekarang masih tidak terlalu menikmati kopi. Di Jepang, itu bukan masalah, kau ingat kan kalau aku memang lebih suka minum teh. Itu satu dari sekian ketidaksamaan kita.
Ketidaksamaan. Lucu ya, aku ingat dulu kau sering mengkritik aku karena aku sering menggunakan istilah negatif dalam berbahasa. Entahlah, aku bisa saja bilang "perbedaan", bukan "ketidaksamaan", tapi aku tanpa sadar menggunakan istilah negatif. Kata "tidak", dan "bukan" adalah 2 kata yang tanpa sadar seiring waktu jadi kata favoritku.
Lucunya lagi, aku menyadari hal itu saat "tidak" dan "bukan" tak lagi hanya sekadar kata yang kugunakan. Keduanya seolah menjadi karakterku. Iya, mungkin kau pun tahu itu. Sebelum aku pergi, berulang kali aku mencoba membuang pikiran-pikiran negatif bahwa kita tidak sama; bahwa kita bukan untuk bersama.
Tapi, aku sadar, bahwa menyimpan ragu itu pertanda. Sebelum apa yang kita jalani jadi semakin tidak menyenangkan, aku memilih untuk mundur. Sebelum aku menyakitimu lebih dari yang bisa kau tahan, aku pergi.
Kenapa aku ragu? Itu masih rahasia, antara aku dan prinsipku.
Aku bicara terlalu banyak ya? Maaf.
Oh iya, terima kasih telah memperjelas kabar yang kudengar.
Aku bahagia.
Bahagia membayangkan akhirnya namaku tertulis di undangan itu.
Kopimu sudah dingin? Buatlah secangkir lagi, yang hangat.
Buatkan secangkir lagi untukku, kurasa aku sedang ingin menikmati kopi.
Kabari aku lagi, Bets...
3 Februari — Masih di Tokyo
The wind here is still too strong.
PS: Ini minggu terakhirku di Jepang, weekend ini aku berangkat eurotrip, kau mau oleh-oleh apa?
Terima kasih sudah membalas suratku. Aku senang kau memutuskan untuk kembali bertegur sapa denganku, meski hanya lewat tulisan.
Aku mengerti bahwa untuk kembali menerima aku ke kehidupanmu itu tidak mudah. Aku, si orang hilang, tiba-tiba saja datang lagi. Kau bisa saja mengacuhkan aku, tapi kau tidak melakukannya. Ternyata kau masih sama dengan yang dulu kukenal.
Masih jadi penikmat kopi? Kau benar-benar tidak berubah ya. Aku dari dulu hingga sekarang masih tidak terlalu menikmati kopi. Di Jepang, itu bukan masalah, kau ingat kan kalau aku memang lebih suka minum teh. Itu satu dari sekian ketidaksamaan kita.
Ketidaksamaan. Lucu ya, aku ingat dulu kau sering mengkritik aku karena aku sering menggunakan istilah negatif dalam berbahasa. Entahlah, aku bisa saja bilang "perbedaan", bukan "ketidaksamaan", tapi aku tanpa sadar menggunakan istilah negatif. Kata "tidak", dan "bukan" adalah 2 kata yang tanpa sadar seiring waktu jadi kata favoritku.
Lucunya lagi, aku menyadari hal itu saat "tidak" dan "bukan" tak lagi hanya sekadar kata yang kugunakan. Keduanya seolah menjadi karakterku. Iya, mungkin kau pun tahu itu. Sebelum aku pergi, berulang kali aku mencoba membuang pikiran-pikiran negatif bahwa kita tidak sama; bahwa kita bukan untuk bersama.
Tapi, aku sadar, bahwa menyimpan ragu itu pertanda. Sebelum apa yang kita jalani jadi semakin tidak menyenangkan, aku memilih untuk mundur. Sebelum aku menyakitimu lebih dari yang bisa kau tahan, aku pergi.
Kenapa aku ragu? Itu masih rahasia, antara aku dan prinsipku.
Aku bicara terlalu banyak ya? Maaf.
Oh iya, terima kasih telah memperjelas kabar yang kudengar.
Aku bahagia.
Bahagia membayangkan akhirnya namaku tertulis di undangan itu.
Kopimu sudah dingin? Buatlah secangkir lagi, yang hangat.
Buatkan secangkir lagi untukku, kurasa aku sedang ingin menikmati kopi.
Kabari aku lagi, Bets...
3 Februari — Masih di Tokyo
The wind here is still too strong.
PS: Ini minggu terakhirku di Jepang, weekend ini aku berangkat eurotrip, kau mau oleh-oleh apa?
No comments:
Post a Comment