Kepada: Kamu
Ingatkah kamu?
Saat aku ketahuan telah diam-diam mengecek ponselmu? Aku buka kotak masuk dan kotak keluar pesan singkat-mu, aku periksa email-mu, aku jelajahi foto-foto yang kamu simpan di galeri ponsel, namun tidak kutemukan satu hal pun yang mencurigakan. Aku pikir kamu akan marah. Ternyata tidak.
Pernah juga aku mencoba untuk mengatur pergaulanmu. Kularang kamu berteman dengan sebagian teman-temanmu yang kuanggap akan membawa pengaruh buruk kepadamu, kubatasi juga waktumu untuk bersenang-senang dengan sahabat-sahabatmu. Aku pikir kamu akan memberontak. Ternyata tidak.
Sekali waktu aku pernah membuatmu cemburu saat kamu pergoki aku yang sedang bercanda mesra dengan seseorang yang kukenal dari dunia maya. Aku berkeras menutupi kebenaran, berharap kamu percaya walaupun aku sudah tertangkap basah. Aku pikir kamu akan meninggalkanku. Ternyata tidak.
Sempat pula aku membuatmu menangis saat aku tak dapat menahan emosi di tengah pertengkaran hebat kita. Aku lempar kamu dengan botol minuman ringan yang masih setengah berisi air soda berwarna merah muda, yang walau hanya mengenai bahumu, cipratannya sukses membuat baju kesayanganmu basah dan penuh bercak merah yang tak bisa hilang lagi. Aku pikir kamu akan membenciku. Ternyata tidak.
Satu kali aku membuatmu jadi korban keegoisanku, satu malam di minggu terakhir bulan Desember setelah kamu lembur menjelang tutup tahun di kantormu, kamu terpaksa pulang sendiri di larut malam karena aku malas menjemputmu di tengah dinginnya gerimis. Aku sedang meringkuk dalam hangatnya selimut tepat di saat yang sama ketika motor ojek yang kau tumpangi jatuh tergelincir oleh licinnya aspal basah hingga membuatmu terpental menghantam pembatas jalan. Aku pikir kamu akan berhasil melewati masa kritis di ruang ICU rumah sakit itu. Ternyata tidak.
Maafkan aku yang tidak sempat meminta maaf.
14 Januari,
― si penyesal yang sok tegar
No comments:
Post a Comment