Thursday, February 13, 2014

Yellow Traffic Light

"...tidak mau kehilangan lelaki luar biasa untuk kedua kalinya."

Dear, Bets...
Membaca kalimat itu dalam suratmu yang lalu, aku terdiam. Kamu kehilangan aku. Kamu ternyata benar kehilangan aku. Aku sedikit sedih dan menyesal mengingat bahwa ternyata saat aku memutuskan untuk menjauh, aku membuatmu kehilangan.

Bets, mungkin sudah jalannya begini ya.
Ujung jalan yang sempat kita tempuh berdua, mengarah ke sini. Meski jalan itu adalah jalan yang kubuat sendiri. Di jalan yang kita susuri bersama, tanpa sepengetahuanmu telah kupasang rambu berhenti. Rambu berhenti yang akhirnya kulanggar sendiri. Kamu berhenti di rambu itu, sementara aku melanjutkan jalanku.

Tidak pernah terpikir olehku bahwa kau akhirnya akan menemukan rambu putar balik. Rambu yang dengan setiamu, kau patuhi. Kau berbalik arah, kembali ke tempat semula. Hingga akhirnya kau memilih jalan lain untuk kau susuri, bersama yang lain.

Bila suatu hari aku kembali menyusuri jalan yang dulu kita lewati, akankah jalan itu memotong jalanmu?
Mungkin kita akan bertemu di persimpangan.
Persimpangan penuh rambu, lengkap dengan lampu lalu lintas.

Mungkin kita akan sama-sama berhenti di arah berlawanan, menunggu lampu hijau menyala.
Atau mungkin lampu kuning yang tak henti berkedip?


February 13,
— di persimpangan Abbey, maybe.

No comments: