Sunday, February 5, 2012

Nyi Roro Cililitan

Sembah sungkem kepada Nyi Roro.

Maaf sebelumnya kalau aku lancang mengirim surat tak senonoh ini kepada Nyi Roro. Aku tahu aku tak pantas menyapa Nyi secara langsung maupun langsing. Nyi Roro adalah puteri bangsawan, sedangkan aku hanyalah rakyat jelata nan jelita yang juga orang tak punya. Tak punya Mac Book Pro.

Nyi Roro Cililitan, atas takzim dan kekagumanku padamu, maka kali ini izinkanlah aku menyampaikan maksud hatiku dengan sederhana, lewat kata-kata yang diriku sendiri pun tak mengerti. Untuk setiap lisan yang terucap, kuselipkan sedikit rindu dendam padamu, Nyi. Dan untuk setiap lisan yang tak terucap, biarlah menjadi misteri.

Nyi Roro, sebenarnya sudah lama aku menyimpan dengki padamu. Dengki yang entah mengapa lama-lama menjadi patung. Oh bukan, maksudku dengki yang lama-lama berubah menjadi kekaguman. Kau begitu mudah menaklukkan hati orang lain hanya dengan satu kedipan mata. Kau memiliki pesona yang tidak dimiliki oleh selayaknya manusia waras seperti aku. Oh Nyi Roro, ajari aku. Angkat aku menjadi muridmu. Sudilah kiranya kau membagi sedikit ilmu pemikat hati tanpa menjadi lacur jasmani dan rohani.

Nyi Roro penguasa Cililitan yang sundal, sungguh kebinalanmu telah menginspirasiku. Aku rela berkalang noda untukmu. Karena tak ada noda, aku tak kan belajar. Dengan ini, sekali lagi kuhaturkan sembah sujudku padamu. Mohon kiranya kau indahkan keinginan tak patut dari diriku yang sama tak tahu dirinya ini.

Nyi Roro Cililitan yang berparas sendu kelabu, sebelum kusudahi suratku yang lancang ini, izinkanlah kupersembahkan sebaris pantun penggugah jiwa hasil renunganku di malam-malam aku sendiri tanpa dirimu lagi berikut ini:
“Samaratungga Tribuanatunggadewi. Hati berbunga habis di-ewi-ewi.”

Kepadamu sekali lagi sembah sungkem,
Dari aku yang pemalu dan kalem.
― a tribute to @bijijeruuk

No comments: